Menghancurkan Keadilan Ekonomi: Mafia Gula dan Skandal PTPN XI yang Merugikan Bangsa

23 Maret 2025

KPJI.or.id, Opini - Selama politik tetap berbiaya tinggi, mafia gula dan komoditas lain akan terus bermain di balik layar. Selama ada investasi politik, izin impor akan selalu diberikan kepada mereka yang punya akses—bukan yang punya kompetensi.

Selama korupsi dianggap wajar, rakyat akan terus menjadi korban, membayar harga dari kebusukan sistem ini. Setiap butir gula yang kita konsumsi bukan hanya terasa manis di lidah, tetapi juga pahit—karena di baliknya ada praktik kotor yang merugikan bangsa ini.

Skandal Korupsi PTPN XI: Pabrik Gula Modernisasi Berujung Mangkrak

Kasus korupsi besar kembali mengguncang sektor pangan nasional. Proyek modernisasi Pabrik Gula Djatiroto di Jawa Timur yang digadang-gadang sebagai langkah maju bagi industri gula nasional justru berakhir mangkrak.

Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri mengungkap adanya dugaan korupsi senilai Rp782 miliar yang menyeret dua mantan petinggi PT Perkebunan Nusantara XI (PTPN XI).

Dua tersangka yang telah ditetapkan adalah Dolly Pulungan, mantan Direktur Utama PTPN XI, dan Aris Toharisman, mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI.

Keduanya diduga terlibat dalam proyek pengembangan Pabrik Gula Djatiroto yang dilaksanakan secara serampangan dan menyebabkan kerugian negara yang tidak sedikit.

Uang Mengalir, Pabrik Mangkrak

Proyek modernisasi ini dimulai pada tahun 2016 dengan skema Engineering, Procurement, Construction, and Commissioning (EPCC).

Dengan suntikan dana Rp400 miliar dari Penyertaan Modal Negara (PMN) serta tambahan kredit dari Bank BRI dan PT Sarana Multi Infrastruktur, proyek ini seharusnya menjadi tonggak revitalisasi industri gula nasional.

Namun, fakta di lapangan menunjukkan hal yang berbeda. PTPN XI menunjuk konsorsium KSO HEU—gabungan PT Hutama Karya, PT Eurroasiatic, dan Uttam Sucrotech PVT.LTD—untuk menggarap proyek ini.

Alih-alih selesai tepat waktu, proyek tersebut justru terbengkalai, meskipun hampir 90 persen dana telah dicairkan.

Penyidik Kortas Tipikor mengungkapkan bahwa selain ada penggelembungan anggaran dan penyimpangan kontrak, peralatan yang diimpor juga tidak sesuai dengan spesifikasi.

Mirisnya, beberapa pembayaran bahkan dilakukan sebelum pekerjaan benar-benar rampung.

Korupsi yang Mengakar di Sektor Gula

Korupsi dalam sektor gula bukanlah fenomena baru. Dari kuota impor yang dikendalikan mafia hingga pabrik-pabrik gula yang dibiarkan sekarat, skema korupsi ini sudah berlangsung bertahun-tahun.

Pada 2019, Dolly Pulungan juga pernah tersandung kasus suap impor gula yang melibatkan perusahaan swasta. Alih-alih memperkuat produksi dalam negeri, kebijakan pemerintah justru lebih berpihak pada segelintir pemain besar.

Akibatnya, harga gula di pasar tetap tinggi meskipun impor membanjir.

Petani tebu lokal semakin terjepit oleh kebijakan yang tidak berpihak, sementara mafia gula terus mengeruk keuntungan tanpa henti.

Menghancurkan Keadilan Ekonomi: Reformasi atau Repetisi?

Skandal korupsi di PTPN XI hanyalah puncak gunung es dari masalah besar yang menggerogoti keadilan ekonomi di Indonesia.

Selama praktik-praktik kotor ini dibiarkan dan hukum tidak ditegakkan secara tegas, rakyat akan terus menjadi korban ketidakadilan.

Pertanyaannya, apakah kita akan terus membiarkan ini terjadi? Ataukah sudah saatnya menghancurkan sistem korup yang menjadikan rakyat hanya sebagai sapi perah bagi elite rakus di atas sana?

Jika pemerintah tidak segera melakukan reformasi mendasar dan tegas dalam menindak korupsi, maka jangan heran jika keadilan ekonomi hanya akan menjadi angan-angan belaka.

Oleh: Renaldi Davinci

 


Sumber : KPJI (Komunitas Pengelola Jurnal Indonesia) https://kpji.or.id
Selengkapnya : https://kpji.or.id/artikel/44/Menghancurkan-Keadilan-Ekonomi:-Mafia-Gula-dan-Skandal-PTPN-XI-yang-Merugikan-Bangsa.html